ANGGOTA DPR RI asal Daerah Pemilihan (Dapil) Bali, Nyoman Parta, SH, bersuara lantang soal impor beras. Politisi PDI Perjuangan asal Guwang, Gianyar ini minta Bulog tidak impor beras lagi.
“Kepada Bulog secara khusus saya minta tidak impor beras lagi. Impor beras bukan saja merugikan petani, tapi juga menyakiti petani. Mereka yang berjuang mempertahankan kebutuhan strategis bertahan dengan hujan dan terik matahari, harusnya mereka disubsidi, bukan malah dimusuhi oleh negara sendiri dengan impor beras,” ujar Parta saat rapat dengan pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Wakil Menteri 1 BUMN dan BUMN sektor pangan (Bulog, PT Garam, Pertani dan Perikanan), Rabu (5/2/2020), di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Menurut Parta, Indonesia dianugerahi tanah yang subur. Namun, sayang sekali budaya impor telah menjauhkan cita-cita negara yang mandiri dan berdaulat di bidang pangan.
Menanggapi pernyataan Nyoman Parta, Kepala Bulog, Budi Waseso, menyambut baik. Bulog tidak akan mengimpor beras lagi. Bahkan, kata Buwas, sekitar April mendatang, Indonesia akan mengekspor beras ke Arab Saudi.
Selain masalah impor beras, Nyoman Parta yang juga mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali ini, juga menyoroti soal impor sapi. Kata dia, dari 34 provinsi di Indonesia, hanya DKI Jakarta yang tidak swasembada sapi. Itu berarti, ada 33 provinsi yang swasembada dan bahkan berlebih. Namun, menurut Parta, Indonesia tetap saja impor sapi. Hal itu yang membuat jumlah peternak sapi berkurang dan jumlah populasi sapi mengalami penurunan secara drastis.
“Harga sapi lokal dibeli dengan harga yang lebih murah dari pada sapi impor, sehingga membuat para perternak kita mengalami kerugian dan memilih alih profesi,” tandasnya.
Begitu juga dengan garam. Menurut Parta, petambak garam berkurang karena garam impor masuk hingga ke konsumsi rumah tangga dengan berbagai alasan, termasuk alasan garam lokal kandungan yodiumnya rendah. “Kan teknologi begitu maju. Kalau yodiumnya rendah, lakukan dong proses teknologi itu. Bukan malah impor. Aneh punya laut dan garis pantai paling panjang nomor dua di dunia, kok malah impor garam,” ujar Parta.
Sementara khusus untuk Bali, Parta menyampaikan aspirasi dari para pengusaha UKM yang bergerak dalam pengolahan hasil laut dalam RDP tersebut. Bahwa Bali kini kekurangan bahan baku tuna, karena ikan tuna yang diturunkan di Pelabuhan Benoa langsung diolah oleh pemilik kapal sekaligus pemilik perusahaan pengolahan. Kemudian langsung diekspor ke Jepang.
“Yang disisakan hanya kulit dan tulang. Untung masih ada ikan dasar seperti kerapu, tongkol, kakap, lobster dari Jawa, sehingga bisa mengatasi kebutuhan konsumsi untuk pariwisata. Jadi saya minta kepada seluruh BUMN, khususnya PT Perikanan Nusantara (Perinus) Persero jangan semua diekspor ikan tunannya, agar pengusaha UKM dapat bahan baku,” pungkas Parta. (bs)